Oleh : Rohman sulistiono
Ketika rilis di penghujung Mei 2013, Now You See Me (NYSM) memang
kalah bersinar dibanding film blockbuster
khas musim panas yang rilis dibulan yang sama seperti Fast & Furious 6 atau Star
Trek Into Darkness. Namun siapa sangka, layaknya The Four Horsemen (Sebuah grup sulap dalam film ini) yang mampu
merebut perhatian seluruh audience panggung
sulap yang megah, NYSM-pun mampu merebut
tempat di panggung besar film musim panas dengan menyuguhkan tontonan yang
menyegarkan. NYSM menyajikan sebuah thriller aksi sulap panggung dengan
intrik kejahatan kriminal pencurian yang dikemas sangat menghibur. Sekilas
seperti gabungan antara The Prestige
dengan Ocean Eleven. Keberhasilan
Louis Letterier mampu menerjemahkan naskah dari Ed Solomon, Boaz Yakin, dan
Edward Ricourt dengan baik mampu menjadikan NYSM
sebagai salah satu film yang berkesan tahun 2013, setidaknya untuk saya.
Apresiasi yang baik serta raihan box office yang mencapai $350 Juta, cukup mudah untuk pihak
Lionsgate mengambil keputusan untuk meneruskan kisah The Horsemen ke seri keduanya. Di seri keduanya ini, kursi
sutradara milik Letterier digantikan oleh Jon M. Chu (Oke filmografinya memang
tak begitu memuaskan, sebut saja G.I. Joe
: Retaliation dan dokumenter Justin Bieber : Never Say Never) dan Ed
Solomon juga ditinggalkan seorang diri menggarap screenplay NYSM 2. Sehingga film ini seakan dihantui mitos yang
menghinggapi oleh sebuah sekuel film, tak lebih bagus dari film pertamanya. Selain
itu perubahan juga terjadi pada karakter dalam NYSM 2. Posisi Isla Fisher harus digantikan oleh karakter baru yang
diperankan Lizzy Caplan sebagai satu-satunya personil perempuan dalam The Horsemen. Karakter-karakter baru
juga muncul dalam NYSM 2, salah
satunya mantan “penyihir cilik” asal Hogwart, Daniel Radcliffe. Bergabungnya
salah satu magician ternama dunia,
David Copperfield dijajaran co-producer
juga diharapkan menambah nilai magic dalam
NYSM 2. Dengan komposisi sedemikian
rupa, apakah NYSM 2 akan tampil lebih
prima dari seri pertamanya?
Masih ingat adegan pembuka dalam NYSM yang pertama? Film tersebut mampu memberikan kesan pertama
yang menakjubkan dengan visual yang spektakuler dan presentasi penampilan
masing-masing The Horsemen yang
menawan. Sehingga ketika Title Now You
See Me muncul dilayar, saya langsung membenarkan duduk saya, dengan penuh
kesiapan dan antusias menaruh seluruh perhatian saya ke film berkat pembukaan
yang memukau. Tak salah bila saya punya ekspetasi NYSM 2 akan memberikan setidaknya sensasi yang sama saat menonton
seri pertamanya sejak awal film. Namun sayangnya, NYSM 2 lebih memilih membuka film dengan adegan flashback masa lalu Dylan Rhodes (Mark
Rufallo) di tempat atraksi terakhir sekaligus TKP kematian ayahnya pada tahun 1984 yang menjadi awal mula perseteruannya
dengan Thaddeus Bradley (Morgan Freeman).
Title NYSM 2 pun muncul dilayar, penonton
dibawa ke masa kini tepatnya setahun setelah kejadian film pertama. Jagoan
kita, The Four Horsemen yang terdiri
dari Danny Atlas (Jesse Eisenberg), Merrit McKinney (Woody Harrelson), Jack
Wilder (Dave Franco), serta personil baru pengganti Henley Reeves yang entah
kemana yang bernama Lula (Lizzy Caplan) diperkuat oleh utusan The Eye, Dylan Rhodes berniat untuk
mengambil alih panggung presentasi teknologi dan mengungkap praktik illegal
didalamnya. Sayang tak seperti film pertama yang semua atraksinya berjalan
lancar, pertunjukkan kali ini berhasil tertebak dan dikacaukan oleh Walter
Mabry (Daniel Radcliffe). Diposisi yang telah tersudut, The Horsemen mau tak mau harus bekerja untuk Walter Mabry untuk
mencuri chip hebat yang mampu mengatur seluruh komputer di seluruh dunia.
Disisi lain, Dylan Rhodes harus berupaya menyelamatkan The Horsemen sambil mencoba melawan masa lalunya, terutama
urusannya dengan Thaddeus Bradley.

Seperti kebanyakan film sekuel, kala menonton NYSM 2 sangat dianjurkan untuk menonton
film pertamanya dulu. Ada kaitan penceritaan yang cukup erat pada film pertama
dan kedua. Walau dalam NYSM 2 sedikit
diceritakan konflik antara Dylan Rhodes dan Thaddeus Bradley, namun bila
menonton yang pertama mampu memberikan informasi lebih detil perihal skill
masing-masing para personil The Horsemen hingga
landasan yang melatar belakangi sang villain
utama, Walter Mabry hingga sebegitu obsesinya terhadap The Four Horsemen dan Dylan Rhodes.
Dalam NYSM 2
terjadi perubahan perspektif penceritaan dibanding film sebelumnya. Bila pada
film pertama porsi lebih banyak memperlihatkan Dylan Rhodes beserta tim FBI
dalam upaya menjegal dan mencari visi dari setiap pertunjukkan The Horsemen, dan kuartet magician ini pun terlihat begitu digdaya
tak terbendung. Semua atraksi hingga misi mereka berjalan lancar sesuai dengan
skenario yang mereka buat. Dalam NYSM 2,
penonton diajak ke dapur pertunjukkan mereka. Lebih melihat bagaimana mereka
saling berkoordinasi dan menyusun strategi pertunjukkan di backstage. Pada NYSM 2
penonton punya waktu cukup lama untuk berdekatan dengan 4 jagoan kita untuk mengenal
mereka secara personal. Terlebih ketika atraksi mereka yang selalu berjalan
mulus harus kacau balau di pertunjukkan pertama pasca comeback yang didalangi oleh Walter Mabry. Ketakutan,
kecemasan, dan keadaan tertekan inilah yang penonton tak temui di NYSM pertama.
Pertunjukkan The
Horsemen yang selalu berjalan mulus harus gagal di comeback show pertama mereka bisa disimpulkan sementara bahwa dalam
NYSM 2, The Horsemen+Dylan Rhodes
punya villain yang kuat, atau minimal
punya potensi sama kuatnya. Hal tersebut tentu saja hasil dari para kreator NYSM yang ingin membawa film ini dalam
skala yang lebih besar, layaknya sebuah sekuel dibuat. NYSM yang didominasi dengan pertunjukkan dari panggung ke panggung yang
dilakoni The Horsemen dikembangkan
menjadi film aksi pencurian dan balas dendam dengan memberikan lebih banyak subplot
didalamnya. Dalam artian ada peralihan dari sulap panggung menjadi sulap
jalanan.

Terdapat banyak subplot dalam NYSM 2 diantaranya bagaimana The
Horsemen bertahan dalam situasi sulit, Dylan Rhodes dalam proses menolong The Horsemen sambil melawan masa lalunya
yang melibatkan Thaddeus Bradley, pengejaran regu FBI terhadap The Horsemen, ambisi Walter Mabry serta
modus balas dendamnya dan sebagainya. Banyaknya subplot ini tentu saja membuat jam
terbang atraksi panggung The Horsemen
di NYSM 2 dikorbankan dan disubtitusi
dengan rentetan adegan aksi serta adegan-adegan yang (niatnya) memperkeruh
nuansa dalam film ini dan (niatnya lagi) mengangkat sisi ketegangan dari NYSM 2. Tapi apadaya mau dikata, kesan magic dan segar di film pertama menguap
berkat api ambisi bernama plot rumit. Memang beberapa momen menyenangkan, tapi
tak dipungkiri banyaknya plot hole
serta tensi dipertengahan film mengendur, sebab dari keasikan mengolah plot.
Plot yang cenderung tidak konsisten hingga kehilangan daya
tarik dari film pertamanya adalah salah satu imbas dari ketidaksiapan para
kreatornya dalam menaikan level dari NYSM
2. Film ini bisa dikatakan oke untuk sebuah heist movie, namun menjadi sangat biasa untuk sebuah thriller tentang pertunjukkan magic. Ada beberapa faktor diantara tim
naskah yang kini hanya digarap oleh Ed Salomon yang berbuntut dengan NYSM 2 terasa sebagai film heist mainstream ketimbang memperdalam
aksi magic-nya itu sendiri. Kehadiran
magician ternama David Copperfield dibelakang
layarpun tak merubah keadaan. Seharusnya sebagai superstar magician, Copperfield membagi ilmu magic nya dari segi teknis sehingga dalam proses pertunjukkan dan
pengungkapan trik sulap mampu membuat penonton terpukau. Namun, dibanding
menggunakan trik sulap yang menggunakan kreativitas tinggi, NYSM 2 malah mengandalkan efek CGI dalam
pertunjukkan sulapnya. Nah sekarang siapa yang pesulap sesunggahnya dalam NYSM 2? Iyap, para editor dan CGI Artist yang terlibat dalam film ini.
Kembali lagi Ed Salomon menyia-nyiakan pondasi yang cukup kuat pada NYSM sebelumnya. Walau harus diakui NYSM 2 masih dirasa cukup baik namun
sangat disayangkan digarap sedemikian rupa.
Peralihan kursi sutradara dari Leterrier kepada Jon M. Chu
tentu saja mempengaruhi sajian akhir dalam NYSM
2. Patut diakui NYSM 2 tampil
dengan skala yang lebih besar dengan menyuguhkan petualangan yang lebih besar
dan setting yang lebih luas (New York-Macau-London).
Namun hingar bingar ini dibeberapa bagian terasa kopong, layaknya filmografi
Jon M. Chu sebelumnya yang meledak-ledak di visual namun tak berkesan apa-apa.
Walaupun begitu, Jon M. Chu tak lupa menuntun penonton untuk bersenang-senang
didepan layar bioskop dengan memberikan beberapa aksi-aksi seru dan membuat
penonton menahan geregetan dikursinya. Sebut saja kala The Horsemen mencuri chips canggih disebuah laboratorium yang tentu
saja menjadi salah satu scene
unggulan dalam NYSM 2. Sebegitu menterengnya
adegan tersebut layaknya scene Quicksilver
dalam X-Men : Days of Future Past.
Oke beralih ke deretan cast
dalam NYSM 2. Hampir tak banyak
perubahan bagi pemeran film pertamanya dalam NTSM 2. Jesse Eisenberg tetap bawel
dan ngeselin, Woddy Harrelson semakin lucu dan loveable, Dave Franco yang tetap paling minim terekspos, Mark
Rufallo yang selalu tampil bagus, dan Morgan Freeman yang tetap menjadi Morgan
Freeman. Namun yang paling mencolok adalah penampilan dua debutan Lizzy Caplan
dan Daniel Radcliffe. Lizzy Caplan sukses menggantikan Isla Fisher dengan
tampil sangat mencuri perhatian. Karakternya yang rada bawel namun mudah
dicintai penonton (Ditambah wajahnya yang memang sudah cantik dan ngegemesin). kali
ini Daniel Radcliffe. Ketika nama “Mr. Potter” ini disebutkan, saya
berekspetasi akan ada sulap yang lebih wah, atau bahkan sihir dalam NYSM 2. Namun tidak, Walter Mabry
digambarkan sebagai seorang sosiopat yang lebih terlihat seperti pria bodoh karena
terlalu jenius dan ambisinya yang menganggap science lebih hebat dari magic.
Awalnya memang cukup menjanjikan, namun semakin berjalannya durasi, Mabry
semakin terlihat tak konsisten, lepas kontrol, dan dipaksakan. Sehingga potensi
menjadi Villain kuat dan menggigit
pun jadi terasa ompong. Ini tak serta merta salah Daniel Radcliffe, ini juga
salah Ed Salomon sebagai penulis naskah, Mr. Chu sebagai orang yang
mengarahkannya, dan casting director yang telah memilihnya. Oh Poor, Harry
Potter.

Tak salah bila sebuah sekuel mencoba tampil lebih perkasa
dibanding pendahulunya, malah bisa dibilang hukumnya wajib demi keberlangsungan
sebuah franchaise. Namun NYSM 2 tidak dibarengi kesiapan yang
matang, hanya sampai cukup matang. Plotnya pun dibuat agak memaksakan dan
membuat elemen-elemen kejutannya pun tak terasa se-wah film pertamanya. Namun
begitu, NYSM 2 tetap sukses
menyuguhkan tontonan yang menghibur layaknya film khas musim panas. Tak buruk,
tak begitu baik, hanya saja kurang berkesan. Tetapi tentu saja ada evaluasi
bagi pihak kreator, dan seri NYSM
selanjutnya tentu saja tetap dinanti oleh penonton. Bukan tak mungkin NYSM akan menjadi franchaise yang besar
mengingat flow-nya hampir mirip seperti Fast Furious, dengan versi magic.
Catatan : Saya terganggu dengan subtitle di bioskop
Indonesia yang menerjemahkan kelompok The
Horsemen dengan kata “Penunggang Kuda”. Oke kalian gak salah cuma…. gitu deh
pokoknya. Itu belum termasuk beberapa penyesuaian terjemahan yang gak pas
dibeberapa momen.
Labels: Film Luar, Gudang Film, Review