Sebagai
penulis, saya maklum dengan fenomena buku best-seller yang diangkat ke
layar lebar. Rasanya wajar saja bila production house akan lebih
tertarik untuk memfilmkan sesuatu yang memang sudah populer dan memiliki
basis massa, dibandingkan dengan sebuah skenario baru yang benar-benar
dibuat dari nol. Oleh karena itu, ketika beberapa production house
menghubungi saya untuk menjajaki adaptasi buku NGENEST ke layar lebar,
saya menanggapi dengan tangan terbuka.
Starvision bukan
pihak pertama yang menghubungi saya terkait buku NGENEST, tapi ada
sesuatu yang berbeda yang saya rasakan saat pertama kali mengobrol
dengan Pak Parwez (Chand Parwez Servia, Produser). Saya merasa beliau
memperlakukan karya saya dengan hormat dan apresiatif, bukan semata
sebagai sebuah komoditi yang potensial secara bisnis.

Akhirnya
saya menemukan kecocokan dengan Starvision, dan kami mulai membicarakan
kemungkinan adaptasi buku NGENEST ke layar lebar, dengan saya sebagai
penulis skenario dan pemainnya. Tapi kemudian, saya diminta untuk juga
menjadi sutradara. Alasan beliau, ini cerita saya, saya yang paling
mengerti mau dibawa kemana cerita ini dan seperti apa esensinya. Saya
paham alasannya, tapi saat itu juga saya menolak dengan alasan bahwa
selama ini saya menjadi aktor dan memperhatikan bahwa tugas sutradara
amatlah berat. Bagi saya yang bukan siapa-siapa lantas duduk di kursi
sutradara, bisa jadi merupakan sebuah pelecehan bagi profesi yang amat
luar biasa tersebut. Tapi Pak Parwez meyakinkan saya bahwa saya bisa.
Sepanjang
karir saya, saya jarang sekali bertahan lama di sebuah zona nyaman.
Oleh karenanya, saya memberanikan diri mengambil tantangan ini agar saya
bisa belajar dan lagi-lagi memasuki dunia yang baru. Satu syarat saya
ke Pak Parwez, saya ingin didampingi oleh orang-orang yang memang saya
percayai. Akhirnya sebagai dua jenderal utama, saya merekrut Dicky R.
Maland (Director of Photography) dan Alwin Adink Liwutang (Line Producer
& Co-Director), dua orang yang sudah saya kenal baik ketika
bekerjasama di film Comic 8 dan Comic 8: Casino Kings.
Maka
berjalanlah project film NGENEST, sebuah drama komedi yang saya
kembangkan ceritanya bersama istri saya Meira Anastasia, dan saya
perkokoh dengan berkonsultasi dengan Jenny Jusuf (Pemenang Skenario
Adaptasi Terbaik di Festival Film Bandung & Festival Film Indonesia
untuk film Filosofi Kopi). Proses penulisan skenario berjalan selama
kurang lebih empat bulan, dari awal Juni hingga akhir September 2015.
Karena ini diangkat dari buku, tantangan terberat dalam menulis skenario
memang bukan di mencari bahan mentah, tapi bagaimana merangkai
fragmen-fragmen cerita yang ada menjadi sebuah runutan cerita yang utuh
dan memiliki dramaturgi yang baik. Benang merahnya adalah tentang
seorang pria keturunan Cina yang ingin berbaur dengan pribumi sehingga
ia menikahi seorang perempuan pribumi, dikemas dengan ringan dan jenaka.
Sebagai komedian, saya gigih memperjuangkan agar komedi menjadi bagian
integral dari naskah ini, bukan hanya sebagai sempalan yang hanya
membumbui.
Setelah naskah beres, mulailah kami
menjalani waktu pra-produksi yang cukup ketat, sekitar satu bulan.
Setelah itu kami menjalani sekitar tiga minggu waktu shooting. Sungguh
pengalaman yang luar biasa. Bila boleh saya simpulkan, menjadi sutradara
adalah pekerjaan paling berat yang pernah saya jalani seumur hidup.
Stamina fisik dan mental saya benar-benar diuji hingga ke titik nadir.
Seolah menjadi sutradara belum cukup, di NGENEST Kadang Hidup Perlu
Ditertawakan saya juga menjadi pemeran utama dan harus menjalani lebih
dari tujuh puluh scene. Bahkan berat badan saya sempat susut hingga tiga
kilogram. Andai shooting berjalan selama dua bulan, selesai shooting
saya langsung langsing bak model catwalk.
Salah satu
pertanyaan yang sering dialamatkan ke saya setelah shooting selesai
adalah, bagaimana ekspektasi saya terhadap film ini. Jujur, sebagai
penulis skenario dan sutradara, harapan saya hanya satu: Semoga penonton
mendapatkan pengalaman yang menyenangkan karena disuguhi sebuah kisah
yang ditulis dan dieksekusi secara apik. Menghibur, mengharukan, dan
juga mencerahkan. Semoga.
Labels: Artikel, FILM INDONESIA, Gudang Film